Judul : Pendidikan di Mata Soekarno “Modernisasi Pendidikan Islam dalam
Pemikiran Soekarno”
Penulis : Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I
Penerbit :
Ar – Ruzz Media
Terbit : Juli 2009
Tebal : 224 halaman
Soekarno
atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Bung Karno, tercatat sebagai Presiden
Republik Indonesia yang pertama. Bung Karno mendapat predikat Bapak Proklamator
karena ia bersama Mohammad Hatta yang telah membacakan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945, selain itu beliau adalah Founding Fathers
yang banyak berperan dalam membangkitkan, memberikan jati diri bangsa, serta
meletakkan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Soekarno adalah
seorang muslim dan bahkan di Timur Tengah beliau diakui sebagai seorang
pemimpin Muslim. Sayangnya di Indonesia sendiri, Soekarno lebih dipandang
sebagai seorang pemimpin nasionalis dibanding sebagai seorang pemimpin Muslim.
Padahal, Bung Karno telah banyak menulis dan berpidato tentang Islam. Menurut
penulis, perlu dipertimbangkan kembali mengenai kedudukan Soekarno sebagai
seorang pemikir Muslim, karena ia telah banyak menyumbang wacana keislaman.
Soekarno
merasa kecewa dan tidak menyetujui paham-paham Islam Tradisional. Soekarno
menyerang doktrin taklid dan sikap menutup pintu ijtihad. Ia menentang
kekolotan, ketakhayulan, bid’ah, dan anti-rasionalisme yang dianut oleh
masyarakat Muslim Indonesia. Ia melihat bahwa paham-paham Islam yang
dianggapnya keliru itu dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, khususnya stelsel
ekonomi. Kritik Soekarno memang blak-blakan dan keras, sehingga ia sendiri bisa
disalah-pahami sebagai “ anti-Islam”. Walaupun menyadari risiko itu, ia tidak
berhenti mengkritik paham-paham Islam yang kolot.
Pendidikan
Islam juga menjadi salah satu perhatian Soekarno. Baginya, pendidikan Islam
merupakan arena untuk mengasah akal dan mengembangkan intelektualitas. Dalam
sejumlah tulisannya, Soekarno banyak menyebut dan mengidentifikasi berbagai
problem yang dihadapi oleh dunia Islam, terutama yang berkaitan dengan
persoalan kebudayaan, intelektualitas, dan berbagai fenomena politik di dunia
Islam. Tetapi Soekarno selalu yakin bahwa jika umat Islam mau menjadi modern
dan melakukan pembaruan, maka Islam bukan lagi agama dalam pengertian ritual
belaka, melainkan Islam akan menjelma menjadi kekuatan transformasi dan
perubahan. Menurut Soekarno, sesuatu yang dapat disebut modern jika ia mampu
bersifat rasional, ilmiah, dan berkesesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku
dengan alam. Syamsul Kurniawan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan di Mata
Soekarno ini mencoba memaparkan pemikiran Soekarno tentang modernisasi dan
visinya bagi pendidikan Islam. Dalam buku ini dibahas mengenai gagasan Soekarno
yang relevan dengan persoalan pendidikan Islam kontemporer, misalnya pendidikan
perempuan, integrasi Ilmu, dan profesionalisme guru.
Buku
ini juga mengungkapkan latar belakang pribadi dan perjuangan Soekarno. Dalam
buku ini diungkapkan bahwa orangtua Soekarno banyak mempengaruhi agama dan
keberagamaan Soekarno sendiri. Ayahnya adalah seorang priyayi Jawa yang
menganut agama Islam, sedangkan ibunya berasal dari keturunan brahmana Bali
yang menganut agama Hindhu-Bali.
Ketika
Soekarno mencoba memikirkan tentang pendidikan Islam, merupakan konsekuensi
logis dari pendidikan dan pengetahuan yang ia terima. Karena ia bukan berasal
dari latar belakang pendidikan Islam seperti di pesantren atau di madrasah.
Soekarno hanya mendapat pendidikan ala Barat yang diselenggarakan oleh Belanda
di Indonesia. Ide-ide pembaharuan dalam Islam, terutama dalam pendidikan Islam
menunjukkan bahwasanya ia mendukung paham rasional. Hal ini mendorong ia untuk
bergabung dengan Muhammadiyah yang mana ia dapat menemukan kawan-kawan yang
sehaluan dengan pemikiran-pemikiran keislamannya yang progresif. Berbagai
pengalaman Soekarno tentang Islam dan sekaligus pengalamnnya di organisasi
Muhammadiyah semakin mempertajam kepekaannya terhadap pendidikan Islam.
Menurut
Soekarno, mencontoh Barat dalam hal yang duniawi bukanlah suatu hal yang
dilarang dan bertentangan dalam Islam. Esensi ilmu agama dan ilmu umum pada
dasarnya tidak berbeda yang bertujuan mengabdi pada Tuhan sebagai jalan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Bisa dilihat juga dalam halaman 26, umat Islam
harus berani melepaskan diri dari “ penjara taklid “, dan memberanikan
diri untuk menatap masa depan yang sarat dengan kompetisi dan kompleksitas
kultur dan ilmu pengetahuan. Menurut Soekarno yang ia kutip dari Profesor Farid
Wajdi dari Mesir, bahwa Islam hanya akan dapat berkembang dengan dasar
kemerdekaan roh, kemerdekaan akal, dan kemerdekaan pengetahuan.
Pemikiran
Soekarno terkait aspek pendidikan juga menyoroti posisi perempuan. Perempuan
harus diberi hak yang sama dengan laki-laki untuk mampu memberdayakan diri dan
memberi kontribusi bagi kehidupan. Setidaknya ini senada dengan apa yang di
perjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini selama hidupnya. Soekarno menentang
pendidikan Islam yang memarjinalkan kaum perempuan. Tak kalah menariknya,
Soekarno membahas pentingnya guru dalam proses pendidikan.
“ Pemimpin! Guru! Alangkah hebatnya
pekerjaan menjadi pemimpin di dalam sekolah, menjadi guru di dalam arti yang
spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak! Teruama sekali di
zaman kebangkitan! Hari kemudiannya manusia di dalam tangan guru itu, menjadi
manusia”
Demikian
pendapat Soekarno tentang guru yang penulis kutip dari buku karangan Soekarno, Dibawah
Bendera Revolusi. Dalam pandangan Soekarno, guru adalah pekerjaan mulia
karena di tangan gurulah masa depan bangsa ini ditentukan. Namun, seorang guru
bisa menjadi penyebab hancurnya masa depan bangsa, karena tidak semua guru
tingkah-lakunya mencerminkan perilaku seorang guru.
Inti
dari apa yang diuraikan Soekarno mengenai hakikat seorang guru adalah hasil
dari pendidikan itu sangat ditentukan oleh guru. Guru yang mengajarkan kebaikan
didepan murid, namun dibelakang muridnya ia justru melanggarnya, dengan
demikian guru yang tidak konsisten tersebut tidak patut dijadikan teladan.
Seperti dalam istilah Jawa, guru adalah digugu dan ditiru, jadi
guru adalah seorang panutan oleh muridnya. Karena tugas seorang guru, selain
melakukan kegiatan belajar mengajar, ia juga menjadi teladan bagi
murid-muridnya, yang dibuktikan dengan perilaku kesehariannya. Guru juga
sebagai motivator, ia harus dapat memotivasi muridnya agar penuh semangat dan
siap menghadapi serta menyongsong perubahan hari esok.
Dalam
menulis buku ini, penulis terkesan cukup berhati-hati dan objektif dalam
analisisnya sehingga fakta dalam sejarah tetap ditempatkan pada posisi yang
terhormat. Penulis tidak pernah membiarkan dirinya terpasung dalam tarikan
sikap pro dan kontra. Rasionalitas dan pertimbangan yang jernih selalu
digunakan penulis dalam menyusun buku ini. Buku ini tepat dibaca oleh para
pendidik, terutama mereka yang berkecimpung dalam pendidikan Islam. Karena
pikiran-pikiran dasar Soekarno mengenai pendidikan Islam, sekiranya bisa
dijadikan acuan atau pertimbangan dalam mereformasi sistem pendidikan Islam di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar